Selasa, 08 Mei 2012

Rawa Tripa Merintih


Rawa Tripa adalah kawasan hutan gambut yang terletakdi Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (Abdya) dengan luas kawasan 62.000 ha lebih dan masuk kedalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL). Namun kondisinya kini sangat memprihatinkan. Dengan modal Hak Guna Usaha (HGU) yang didapat dari pemerintah Aceh, RawaTripa kini “diperkosa” oleh tujuh perusahaan perkebunan sawit, yang sedikitnya sudah mengeksploitasi antara 3.000 -13.000 ha kawasan tersebut.
Lebih memilukan lagi, hal tersebut justru terjadi ditengah gemparnya kampanye Aceh Green dan kebijakan Moratorium Logging yang dilakukan pemerintah Aceh. Program pelestarian dan penyelamatan hutan Aceh ternyata hanya retorika belaka dikalangan politikus Aceh. Terbukti, hampir 75% hutan gambut Rawa Tripa yang berfungsi sebagai daerah resapan, kini dikuasai oleh para pemilik modal untuk membuka areal perkebunan.
Dengan dalih meningkatkan produktivitas perkebunan Aceh, sengaja atau tidak, pemerintah Aceh telah merampas hak masyarakat dikawasan Rawa Tripa dan menghancurkan kehidupan flora fauna yang hidup pada ekosistem tersebut. Bagaimana tidak, eksplorasi dan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan pada kawasan Rawa Tripa telah merampas mata pencaharian masyarakat yang menggantungkan hidup pada hasil alam seperti rotan dan madu, selain itu tangkapan ikan juga menyusut karena populasi ikan yang berkurang.
Pada saat bersamaan, Sumatran Orangutan Concervation Program (SOCP) merilis, terdapat 6.600 jumlah orangutan di Sumatera dan 200 lebih populasi orangutan diantaranya hidup dikawasan Rawa Tripa. Akibat pembakaran untuk pembukaan lahan, hampir setengah habitat orangutan mati. Dan berbagai populasi hewan lainnya seperti beruang madu, buaya muara, harimau sumatera, dan berbagai jenis satwa lainnya terancam punah.
Hak Guna Usaha yang diberikan pemerintah sudah mencapai 75% dari total luas kawasan Rawa Tripa yang akan dijadikan perkebunan terutama komoditi kelapa sawit. Kenapa harus kelapa sawit? Apakah pemerintah kita masih awam tentang dampak dari kelapa sawit bagi lingkungan?
Sebagaimana kita tau, kelapa sawit merupakan tumbuhan yang sangat tidak ramah lingkungan. Kelapa sawit menyerap sumber air yang besar, sehingga berpotensi melahirkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan, berkurangnya debit air sungai, dan tentunya jangka panjang akan berpengaruh  besar pada kelangsungan hidup manusia.
Fenomena ini justru bertolak belakang dengan hangatnya isu Global Warming atau Pemanasan Global. Kawasan Rawa Tripa dikenal mempunyai banyak fungsi dan kemampuannya yang besar dalam menyimpan karbon, yaitu sekitar 50-100 juta ton karbon. Jumlah karbon yang tersimpan dilahan gambut (sekitar 1.300 ton/ha) hampir 10 kali lipat lebih besar dari karbon yang tersimpan diatas permukaan tanah yaitu sekitar 110 ton/ha.
Hal tersebut dikarenakan ketebalan gambut Rawa Tripa umumnya lebih dari 3 meter, yang menjadi habitat hewan langka seperti harimau sumatera dan beruang madu, juga tumbuhan langka lainnya seperti kayu Seumantok yang dulunya merupakan komoditas master dipasaran dunia.
Dengan alih fungsi Rawa Tripa menjadi kawasan perkebunan, menyebabkan penurunan permukaan tanah lahan gambut Rawa Tripa antara 5-10 cm per tahun. Dikhawatirkan apabila itu terus terjadi, kawasan Rawa Tripa akan tenggelam paling lambat diperkirakan sekitar tahun 2025.
Jika itu terus berlanjut kita hanya akan menemukan nama Rawa Tripa dalam literature sejarah yang akan dibaca oleh anak cucu kita. Seperti halnya kita cuma bisa mendengar nama spesies harimau jawa dan harimau bali yang kini telah punah. Siapa peduli?
Dari data dan pemikiran diatas, pemerintah sebaiknya memperhatikan beberapa aspek yang dapat melahirkan dampak positif terhadap lingkungan diantaranya; Pertama, mengevaluasi system pemberian HGU agar tepat sasaran dan tidak berdampak negative bagi lingkungan.
Kedua, memberantas mafia perambah hutan baik secara legal maupun illegal  yang hanya berorientasikan uang tanpa memperdulikan dampak negative terhadap kehidupan flora dan fauna serta masyarakat sekitar.
Ketiga, tampuk kepemimpinan Aceh kedepan diharapkan mampu merumuskan ide dan gagasan baru dalam upaya pelestarian hutan Aceh yang nantinya akan menjadi aset besar dalam penyerapan karbon yang berujung pada kucuran dana dari Negara-negara maju sebagai balas jasa terhadap pelestarian hutan. Sehingga nantinya kita tidak perlu lagi menyaksikan banjir bandang Tangse jilid ketiga atau bencana alam lainnya di Bumoe Seuramoe Mekkah, akibat keserakahan manusia. Selamatkan Rawa Tripa !!

Rizky Fajar “tairik”
Na. 06.036.ALSK.Unimus.10

*Kadiv. Konservasi UKM PA-LH Alaska Unimus Periode 2011-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar