Rawa Tripa adalah kawasan hutan gambut yang
terletakdi Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (Abdya) dengan luas kawasan
62.000 ha lebih dan masuk kedalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL). Namun
kondisinya kini sangat memprihatinkan. Dengan modal Hak Guna Usaha (HGU) yang
didapat dari pemerintah Aceh, RawaTripa kini “diperkosa” oleh tujuh perusahaan perkebunan sawit, yang sedikitnya
sudah mengeksploitasi antara 3.000 -13.000 ha kawasan tersebut.
Lebih memilukan lagi, hal tersebut justru terjadi
ditengah gemparnya kampanye Aceh Green dan
kebijakan Moratorium Logging yang
dilakukan pemerintah Aceh. Program pelestarian dan penyelamatan hutan Aceh
ternyata hanya retorika belaka dikalangan politikus Aceh. Terbukti, hampir 75%
hutan gambut Rawa Tripa yang berfungsi sebagai daerah resapan, kini dikuasai
oleh para pemilik modal untuk membuka areal perkebunan.
Dengan dalih meningkatkan produktivitas perkebunan
Aceh, sengaja atau tidak, pemerintah Aceh telah merampas hak masyarakat
dikawasan Rawa Tripa dan menghancurkan kehidupan flora fauna yang hidup pada
ekosistem tersebut. Bagaimana tidak, eksplorasi dan eksploitasi besar-besaran
yang dilakukan pada kawasan Rawa Tripa telah merampas mata pencaharian
masyarakat yang menggantungkan hidup pada hasil alam seperti rotan dan madu,
selain itu tangkapan ikan juga menyusut karena populasi ikan yang berkurang.
Pada saat bersamaan, Sumatran Orangutan Concervation Program (SOCP) merilis, terdapat
6.600 jumlah orangutan di Sumatera dan 200 lebih populasi orangutan diantaranya
hidup dikawasan Rawa Tripa. Akibat pembakaran untuk pembukaan lahan, hampir
setengah habitat orangutan mati. Dan berbagai populasi hewan lainnya seperti
beruang madu, buaya muara, harimau sumatera, dan berbagai jenis satwa lainnya
terancam punah.
Hak Guna Usaha yang diberikan pemerintah sudah
mencapai 75% dari total luas kawasan Rawa Tripa yang akan dijadikan perkebunan
terutama komoditi kelapa sawit. Kenapa
harus kelapa sawit? Apakah pemerintah kita masih awam tentang dampak dari
kelapa sawit bagi lingkungan?
Sebagaimana kita tau, kelapa sawit merupakan
tumbuhan yang sangat tidak ramah lingkungan. Kelapa sawit menyerap sumber air
yang besar, sehingga berpotensi melahirkan masalah baru seperti pencemaran
lingkungan, berkurangnya debit air sungai, dan tentunya jangka panjang akan
berpengaruh besar pada kelangsungan
hidup manusia.
Fenomena ini justru bertolak belakang dengan
hangatnya isu Global Warming atau Pemanasan Global. Kawasan Rawa Tripa
dikenal mempunyai banyak fungsi dan kemampuannya yang besar dalam menyimpan
karbon, yaitu sekitar 50-100 juta ton karbon. Jumlah karbon yang tersimpan
dilahan gambut (sekitar 1.300 ton/ha) hampir 10 kali lipat lebih besar dari
karbon yang tersimpan diatas permukaan tanah yaitu sekitar 110 ton/ha.
Hal tersebut dikarenakan ketebalan gambut Rawa
Tripa umumnya lebih dari 3 meter, yang menjadi habitat hewan langka seperti
harimau sumatera dan beruang madu, juga tumbuhan langka lainnya seperti kayu
Seumantok yang dulunya merupakan komoditas master
dipasaran dunia.
Dengan alih fungsi Rawa Tripa menjadi kawasan
perkebunan, menyebabkan penurunan permukaan tanah lahan gambut Rawa Tripa
antara 5-10 cm per tahun. Dikhawatirkan apabila itu terus terjadi, kawasan Rawa
Tripa akan tenggelam paling lambat diperkirakan sekitar tahun 2025.
Jika itu terus berlanjut kita hanya akan menemukan
nama Rawa Tripa dalam literature sejarah yang akan dibaca oleh anak cucu kita.
Seperti halnya kita cuma bisa mendengar nama spesies harimau jawa dan harimau
bali yang kini telah punah. Siapa peduli?
Dari data dan pemikiran diatas, pemerintah
sebaiknya memperhatikan beberapa aspek yang dapat melahirkan dampak positif
terhadap lingkungan diantaranya; Pertama,
mengevaluasi system pemberian HGU agar tepat sasaran dan tidak berdampak
negative bagi lingkungan.
Kedua, memberantas mafia perambah hutan baik secara legal maupun illegal yang hanya
berorientasikan uang tanpa memperdulikan dampak negative terhadap kehidupan flora
dan fauna serta masyarakat sekitar.
Ketiga, tampuk kepemimpinan Aceh kedepan diharapkan mampu
merumuskan ide dan gagasan baru dalam upaya pelestarian hutan Aceh yang
nantinya akan menjadi aset besar dalam penyerapan karbon yang berujung pada
kucuran dana dari Negara-negara maju sebagai balas jasa terhadap pelestarian
hutan. Sehingga nantinya kita tidak perlu lagi menyaksikan banjir bandang
Tangse jilid ketiga atau bencana alam lainnya di Bumoe Seuramoe Mekkah, akibat keserakahan manusia. Selamatkan
Rawa Tripa !!
Rizky Fajar “tairik”
Na. 06.036.ALSK.Unimus.10
*Kadiv. Konservasi UKM PA-LH
Alaska Unimus Periode 2011-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar