Rabu, 03 Desember 2014

Revolusi Mental Anak Mapala "Refleksi Gerakan Anak Alaska"



Mapala sebuah kata yang mungkin tak pernah asing terngiang ditelinga kita selaku mahasiswa dengan berbagai plesetan yang sering kita dengar, mapala “ mahasiswa paling lama”, atau yang lagi ngetrend sekarang mama papa larang. Ya..sebuah kata yang simpel namun bagi rekan – rekan pecinta alam dan penggiat di alam bebas, mapala adalah sebuah organisasi yang bernaung para pecinta alam dalam tataran kampus.
Gerakan mapala dimulai dengan tonggak berdirinya berawal dari universitas Indonesia dengan latar belakang kejenuhan para mahasiswa ditahun 60-an dengan kondisi politik indonesia yang mulai bangkit pasca kemerdekaan. Proklamator berdirinya gerakan ini “Soe Hoek Gie” seorang mahasiswa cerdas dan  kritis yang mulai menggandrungi kegiatan ini dengan rasa penasarannya mendaki berbagai puncak terutama puncak Gede –Pangrango menjadi salah satu puncak favoritnya yang ia lukiskan melalui sebuah puisi di alun- alun surya kencana, namun sayang Gie panggilannya harus mati muda di puncak Mahameru dimana diperkirakan dia keracunan dipuncak abadi para dewa tersebut.
Judul diatas, mungkin akan menjadi hal lucu dan tak asing pula, sebuah jargon yang tak asing, sebuah jargon yang sering kita dengar ketika proses pilpres berlangsung beberapa bulan lalu. Jargon yang diusung oleh jokowi ( yang merupakan salah satu anak mapala Fak Kehutanan UGM), dan akhirnya Jokowi juga menjadi presiden RI ke-7. Nah, sepertinya melihat kondisi real yang sedang melanda dunia petualangan khususnya kondisi anak anak mapala di Aceh dan tentunya tulisan ini lebih cenderung untuk menelaah bagaimana kondisi real dan posisi strategis Alaska dalam dunia petualangan. Tampa menafikan bahwa jiwa- jiwa petualang yang masih ada namun masih bersemayam dalam jiwa- jiwa para pecinta alam khususnya alaska.
Alaska dengan posisi sebagai organisasi di dalam kampus Universitas Almuslim, sebuah kampus yang terletak di kecamatan, yang mungkin secara jaringan baik secara nasional masih belum maksimal walaupun secara daerah, alaska sudah mulai dikenal melalui kegiatan petualangannya. Tingkat perkembangan modernisasi yang semakin kompleks juga ikut merambah dunia petualangan seperti media sosial yang mungkin semua orang pasti memilikinya. Media sosial seharusnya mejadi media yang baik bagi peningkatan wawasan dan ilmu pengetahuan namun justeru menjadi tempat curhatan dengan berbagai kosa kata yang mungkin lucu, sedih dan ngawur. Anak mapala kok galau,,,itu kata-kata yang keluar dari salah seorang senior mapala ketika ikut serta dalam acara Temu Wicara Pecinta Alam beberapa waktu yang lalu. Kondisi real dunia petualangan yang semakin hari semakin hilang dalam jiwa- jiwa petualang. Hanya satu kata “ Back To Nature”...hanya kata itu,artinya dunia anak anak mapala adalah dunia petualangan, dunia yang dipenuhi rasa cinta, ya cinta untuk alam ini tentunya sekaligus rasa cinta kepada sang Khalik..dunia yang juga dipenuhi rasa tanggung jawab yang besar. Ingat kita punya karakter dan karakter itu jangan sampai kita pendam dan kita bunuh dengan mengatasnamakan modernisasi.

Ditulis  oleh Bg dipa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar